PASURUAN. CBN-INDONESIA – Bupati dan Wakil Bupati Pasuruan Rusdi Sutejo (Mas Rusdi) – (Gus Shobih) berhasil menyelesaikan persoalan sengketa tanah yang ditempati SDN Jeladri I, Kecamatan Winongan Kabupaten Pasuruan.
Sengketa ini sudah terjadi sejak 10 tahun lalu, tapi belum ada penyelesaian. Di tangan Mas Rusdi – Gus Shobih persoalan ini dapat diselesaikan.
Ahli waris menuntut ganti rugi atas tanah yang ditempati SDN Jeladri.
Ahli waris mengklaim tanah itu adalah tanah dari orang tuanya, bukan milik sekolah.
Wabup Pasuruan Gus Shobih bersama rombongan datang ke SDN Jeladri I, Rabu (26/2/2025) pagi untuk melihat kondisi terakhir sekolah.
Selain itu, Gus Shobih juga melepas sebuah banner dan poster yang digunakan ahli waris untuk menyegel beberapa ruang kelas di sekolah itu.
Pembukaan penyegelan ini menjadi angin segar bagi siswa-siswi dan guru di SD Jeladri I ini karena mereka akan bisa bersekolah lagi di
sini.
Wabup Pasuruan Gus Shobih mengaku bersyukur bisa menuntaskan salah satu pekerjaan rumah Pemkab Pasuruan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
Dan itu memang menjadi salah satu komitmen dirinya bersama Bupati Mas Rusdi membawa perubahan untuk Kabupaten Pasuruan.
Salah satu bentuk perubahan itu adalah menuntaskan beberapa persoalan yang ada di masyarakat dan belum ada titik temunya.
Dia mengatakan, jika dilihat dari dokumen yang ada, bukti kepemilikan yang dimiliki sekolah sudah cukup kuat, maka hari ini Pemkab Pasuruan resmi membuka lagi sekolah.
“Jadi saya ke sini ingin memastikan sekolah ini bisa beroperasi lagi, dan memastikan segel yang dibuat ahli waris dilepas atau dicopot,” ungkapnya.
Sekali lagi, ia menegaskan jika SDN Jeladri I ini sudah bisa ditempati. Tidak boleh lagi ada penyegelan atau larangan anak-anak sekolah.
“Mulai tanggal 6, anak-anak sudah bisa kembali ke sekolah untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar seperti semula,” tambah dia.
Sekadar informasi, ratusan siswa SDN Jeladri I harus berpindah tempat dua kali karena sengketa lahan ini.
Pertama, anak – anak dipindahkan ke Madrasah Diniyah (Madin) karena sekolah sedang dibangun. Namun, pembangunan terhenti karena dilarang ahli waris.
Menurut Gus Shobih, dokumen yang dimiliki sekolah sudah cukup kuat. Jika tidak terima, dia mempersilahkan ahli waris untuk menempuh jalur hukum.
“Ini negara hukum, kalau memang merasa punya bukti kuat ya silahkan digugat, tinggal nanti dibuktikan di pengadilan, kita juga punya bukti dokumen kuat,” urainya.
Selanjutnya, Madin juga direnovasi. Akhirnya, anak – anak ini harus dipindahkan ke rumah-rumah warga untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar.
Sumber : SURYA.CO.ID