SUMBER, CBN-INDONESIA.COM – Dalam episode terbaru dunia kriminal Tanah Air, sekelompok mafia BBM subsidi dan tambang emas ilegal di Tanjung Lolo, Kecamatan Tanjung Gadang, Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat, tampaknya mulai bertransformasi menjadi “pemerintah bayangan” yang lebih berkuasa dari hukum. Buktinya? Empat wartawan dari media online justru menjadi korban persekusi brutal setelah mengungkap praktik ilegal mereka, beberapa waktu lalu.
Empat wartawan itu, yakni Suryani (Nusantararaya.com), Jenni (Siagakupas.com), Safrizal (Detakfakta.com), dan Hendra Gunawan (Mitrariau.com), mengalami nasib yang lebih menyeramkan dari adegan film Vina Cirebon. Mereka dirampok, dianiaya, diperas, bahkan nyaris dibakar hidup-hidup hanya karena melakukan tugas jurnalistik mereka.
Awalnya, keempat wartawan ini sedang melakukan investigasi terhadap praktik ilegal yang melibatkan tangki BBM subsidi PT Elnusa Petrofin dan tambang emas pembohong yang diduga dimiliki oleh Wali Jorong Koto Tanjung Lolo. Namun, alih-alih mendapatkan informasi, mereka malah mendapatkan “sambutan hangat” berupa pukulan, ancaman pembunuhan, dan pemerasan,
Barang-barang mereka dirampas habis-habisan, termasuk dua unit laptop, dua unit HP, pakaian, charger, dongkrak mobil, hingga racun api. Wartawan perempuan, Jenni, bahkan nyaris diperkosa dalam aksi yang menunjukkan betapa pentingnya moral para pelaku.
Tidak puas hanya dengan merampas harta benda, para mafia ini juga menuntut uang tebusan Rp20 juta. Jika tidak, mereka mengancam akan membakar para wartawan hidup-hidup dengan bensin 30 liter atau mengantar mereka ke jurang tambang emas agar tampak seperti kecelakaan tragis.
“Silakan lapor kemanapun, tidak ada yang akan peduli! Coba saja viralkan ini, saya akan habisi kalian semua!” ancam sang Wali Jorong Koto Tanjung Lolo, sambil dengan santai menabrak kayu broti ke meja, sedang seolah-olah memeragakan adegan mafia kelas berat.
Kasus ini jelas bukan sekadar aksi kriminal biasa. Ini adalah bukti nyata bagaimana mafia bisa begitu percaya diri menantang hukum. Tampaknya mereka lebih berkuasa daripada aparat penegak hukum sendiri.
Apakah ini pertanda bahwa hukum di Indonesia sudah benar-benar lumpuh? Ataukah kita sedang hidup di zaman dimana wartawan harus membayar mahal saat berusaha mengungkap kebenaran?
Sampai berita ini ditulis, diharapkan ada pernyataan resmi dari pihak aparat kepolisian yang berwenang, yang seharusnya sudah bertindak cepat atas aksi brutal ini. Jangan-jangan, seperti kata mafia tadi, laporan mereka memang tidak akan digubris?
Selamat datang di Indonesia, di mana wartawan yang melawan mafia malah jadi korban. Tempat mafia tertawa sambil menyiksa orang lain.
Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) dengan tegas menyyangkan dan mengecam keras aksi keji yang menimpa empat wartawan di Tanjung Lolo, Kecamatan Tanjung Gadang, Kabupaten Sijunjung. Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, menyebut kejadian ini sebagai bukti nyata bahwa kebebasan pers di Indonesia masih dalam bayang-bayang kekerasan dan ancaman mafia.
“Ini tindakan yang bijaksana! Wartawan yang sedang menjalankan tugas malah dirampok, dianiaya, bahkan diperas oleh kelompok mafia tambang dan subsidi BBM. Ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga ancaman serius terhadap demokrasi dan kebebasan pers!” tegas Wilson Lalengke dalam pernyataan resminya, Minggu, 16 Maret 2025.
PPWI menilai, jika kasus ini tidak segera diselesaikan, maka akan menjadi preseden buruk bagi dunia jurnalistik di Indonesia. Wilson Lalengke menegaskan bahwa tidak boleh ada impunitas bagi pelaku kekerasan terhadap wartawan.
“Kami mendesak Kapolri dan jajaran kepolisian di Sumatera Barat untuk segera menangkap pelaku, termasuk oknum pejabat yang diduga terlibat! Jika dibiarkan, bukan tidak mungkin wartawan di daerah lain akan mengalami nasib serupa,” lanjutnya dan menambahkan bahwa kasus ini sudah dilaporkan ke Kepolisian Daerah Sumatera Barat.
Selain itu, PPWI juga meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk segera memberikan perlindungan bagi para korban. “Jangan sampai setelah kejadian ini, mereka malah mendapat ancaman lanjutan karena berani melawan mafia,” tambah Wilson Lalengke.
PPWI menegaskan bahwa kejadian ini semakin menunjukkan betapa lemahnya perlindungan hukum bagi wartawan di Indonesia. Jika seorang jurnalis tidak bisa menceritakannya dengan aman, bagaimana masyarakat bisa mendapatkan informasi yang benar dan transparan?
“Kita sedang menghadapi era mafia mana yang semakin berani, sementara aparat penegak hukum malah terkesan semakin tidak berdaya. Jika tidak ada tindakan tegas, maka kebebasan pers akan mati, dan masyarakat akan terus dikuasai oleh yang dikendalikan oleh kelompok tertentu,” tandas wartawan senior yang dikenal sebagai pemmela para pers di seluruh tanah air itu.
PPWI juga mengajak seluruh insan pers dan organisasi jurnalis lainnya untuk bersatu menuntut keadilan atas kasus ini. “Hari ini empat wartawan menjadi korban, besok saja bisa kita atau rekan-rekan jurnalis lainnya. Jangan biarkan mafia semakin meraja-lela di negeri ini!” kesimpulan.
Kini, sorotan menarik perhatian Polri dan Pemerintah. Akankah mereka bertindak tegas, atau justru tunduk pada kekuatan mafia?
Sumber : Restorasihukum.com
Penerbit Redaksi : CBN-INDONESIA